BAB 1
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
Pengertian Hukum
Hukum atau
ilmu hukum adalah
suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan
dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau
institusi hukum.
Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli yaitu:
·
Tullius Cicerco (Romawi) dalam “ De
Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang
ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa
yang tidak boleh dilakukan.
·
Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De
Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625:
Hukum adalah aturan tentang tindakan
moral yang mewajibkan apa yang benar.
·
J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono
Sastropranoto, SH mengatakan bahwa:
Hukum adalah peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat
yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
·
Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”,
1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari
orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya
kepada orang lain.
·
Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck
Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan
yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.
·
Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun
baik yang mengikat masyarakat.
·
Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan
peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
·
E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk
hidup–perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat
yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
·
R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang
dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan
bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat
memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
·
Abdulkadir
Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan
tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap
pelanggarnya.
·
Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum,
Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus
tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.
Tujuan Hukum &
Sumber-sumber Hukum
Tujuan Hukum
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat
dan hukum itu harus bersandarkan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan. Selain
itu, masyarakat juga mendapatkan
kepastian hukum dan mendapatkan manfaat dari adanya hukum tersebut.
Berkenaan dengan tujuan hukum, terdapat beberapa pendapat
sarjana ilmu hukum yang diantaranya sebagai berikut:
·
Prof
Subekti, SH
Hukum itu
mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa
dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
·
Prof. Mr.
Dr. LJ. van Apeldoorn
Tujuan hukum
adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki
perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara
teliti dan seimbang.
·
Geny
Tujuan hukum
semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan
kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Sumber Hukum
Sumber hukum
adalah segala sesuatu hal yang dapat membentuk berbagai peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa.
Sumber hukum
itu sendiri terbagi menjadi 2 yaitu:
·
Sumber-Sumber
Hukum Material
Sumber hukum
ini adalah sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
Contohnya: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa
kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya
Hukum.
·
Sumber-Sumber
Hukum Formal
Sumber hukum
formil adalah seperti UU, kebiasaan, keputusan Hakim, traktat, dan doktrin.
a. Undang-
Undang (Statue)
Merupakan suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b. Kebiasaan
(Custom)
Merupakan perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dan terus-menerus sehingga menjadi hal yang selayaknya dilakukan.
c. Keputusan
Hakim (Jurisprudensi)
Merupakan keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan
dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
d. Traktat
(Treaty)
Adalah perjanjian yang dibuat antara negara yang
dituangkan dalam bentuk tertentu.
e. Pendapat Para Ahli Hukum (Doktrin)
Pendapat
atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum.
Kodifikasi Hukum
Merupakan pembukuan jenis-jenis
hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Unsur-unsur
kodifikasi yaitu:
§
Jenis-jenis hukum tertentu (hukum perdata)
§
Sistematis
§
Lengkap
Tujuan dari kodifikasi yaitu:
§
Untuk memperoleh kepastian hukum
§
Untuk memperoleh penyederhanaan hukum
§
Untuk memperoleh kesatuan hikum
Contoh
kodifikasi hukum di Indonesia
§
Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1948)
§
Kitab undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1948)
§
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Januari 1918)
§
Kitab Undang-undang Hukum acara pidana dana (KUHP) (31 Desember 1981)
Menurut
teori, ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu:
§
Kodifikasi Terbuka
Adalah kodifikasi yang
membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
§
Kodifikasi Tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Kaidah / Norma
Norma
adalah aturan
yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai
kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa.
Ada 4 norma
atau kaidah hukum yang berlaku di masyarakat yaitu:
§
Norma Agama
Adalah peraturan hidup yang
berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan
anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah
atau jalan yang benar.
§
Norma Kesusilaan
Adalah peraturan hidup yang
dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh
sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
§ Norma
Kesopanan
Adalah peraturan hidup yang
muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat
menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
§ Norma
Hukum
Adalah peraturan-peraturan
hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam
negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara
dalam wilayah negara tersebut.
Pengertian Ekonomi &
Hukum Ekonomi
Ekonomi
adalah ilmu
yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.
Hukum Ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu hubungan sebab
akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan
yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
BAB 2
SUBYEK DAN OBYEK HUKUM
Subyek Hukum
Adalah setiap makhluk yang memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak
kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Subyek Hukum Terbagi menjadi
dua, yaitu:
§ Manusia
Adalah
setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan
kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir
hingga meninggal dunia.
Ada juga
golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap
dalam melakukan perbuatan hukum yaitu:
- Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan
belum menikah.
- Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang
yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
§ Badan Usaha
Adalah sustu
perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu.
Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh hukum yaitu:
- Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan
anggotanya.
- Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak
dan kewajiban para anggotanya.
Obyek Hukum
Adalah
segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam
suatu hubungan hukum.
Menurut pasal
499 KUHP Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi
subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan
kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek
hak milik.
Jenis-jenis
Obyek Hukum, yaitu:
§ Benda
Yang Bersifat Kebendaan
Benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat,
diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah/berwujud,
meliputi:
- Benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat
dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut:
o
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata
adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat
berpindah sendiri contohnya ternak.
o
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511
KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik)
atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan
saham-saham perseroan terbatas.
- Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut:
o
Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala
sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan
patung.
o
Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang
dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya
dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
o
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini
berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut
hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak
dan hipotik.
§ Benda
yang bersifat tidak kebendaan
Hak kebendaan yang bersifat
sebagai pelunasan hutang (hak jamin) yang melekat pada kreditur yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika
debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, membedakan
benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan
dengan 4 hal, yakni:
-
Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas
yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang
bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang
tidak bergerak tidak demikian halnya.
-
Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat
dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan,
sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
-
Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak
mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas
benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal
adanya daluwarsa.
-
Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan
pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik
adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan
fidusia.
Hak Kebendaaan Yang Bersifat
Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat
pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi
kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan
jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
§ Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan
jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik
yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH
Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama
bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan
benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang
masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk
didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan
jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
- Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
- Benda tersebut bisa dipindahtangankan haknya pada pihak lain
§ Jaminan Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi
pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
BAB 3
HUKUM PERDATA
Hukum Perdata Yang Berlaku Di
Indonesia
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang
pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan
Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU
Kepailitan.Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April
1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah
Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang ada pada saat ini
berlaku di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perdata yang ada di Eropa.
Bermula di Eropa terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum
Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat.
Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari
negara-negara Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau balau dimana
setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan
setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu
kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah
adanya kepastian hukum,kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum
perdata dalam satu kesatuan kumpulan peraturan yang bernama” code civil des
francais”yang juga dapat disebut “code napoleon” karena code civil des francais
ini adalah merupakan sebagian dari code napoleon.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811)
maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan “Wetboek napoleon ingeright voor het
koninkrijk holland” yang isinya mirip dengan “code civil des francais atau code
napoleon” untuk dijadikan sumber hukum perdata di Belanda.
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland
disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, code civil des francais tetap
berlaku diBelanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman dan setelah beberapa tahun
kemerdekaan Belanda dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan
mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya dan tepatnya 5 juli 1830
kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (burgerlijk wetboek) dan WVK
(wetboek van koonphandle) ini adalah produk nasional Belanda namun isi dan
bentuk sebagian besarnya sama dengan code civil des francais.
Dan pada tahun 1984 kedua Undang-Undang produk nasional belanda
ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik
Hukum). Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH sipil (KUHP) untuk BW
(Burgejilk Wetboek). Sedangkan KUH dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
Pengertian & Keadaan
Hukum Di Indonesia
Hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan didalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua
hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Hukum privat ialah hukum yang memuat segala peraturan yang
mengatur hubungan antara perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari
masing-masing orang yang bersangkutan.
Mengenai keadaan Hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat
kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari
keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
·
Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat bangsa indonesia karena
negara kita bangsa indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
·
Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat yang pada pasal 163.I.S. yang membagi
penduduk Indonesia dalam 3 golongan , yaitu:
a. Golongan Eropa dan yang
dipersamakan
b. Gologan Bumi Putera (pribumi
atau bangsa Indonesia asli)
c. Golongan Timur Asing( bangsa
Asia,Arab,India)
Dan ada peraturan yang berlaku untuk semu warga negara
Indonesia, yaitu:
a. Undang-undang hak pengarang
(Auteurswet tahun 1912)
b. Peraturan hukum tentang
koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
c. Ordonansi woeker (Staatsblad
1938 no 523)
d. Ordonansi tentang pengankutan
di udara ( Staatsblad 1938 no 98)
Sistematika Hukum Perdata Di
Indonesia
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia (BW) ada dua pendapat,
yaitu:
·
Pemberlakuan Undang-Undang berisi:
- Buku I
Mengenai
orang, di dalamnya mengatur hukum tentang diri seseoarang dan hukum
kekeluargaan.
- Buku II
Mengenai
hal benda, di dalamnya mengatur hukum tentang hukum kebendaan dan hukum waris.
- Buku III
Mengenai
hal perikatan, di dalamnya mengatur hukum tentang hak dan kewajiban timbal
balik antara orang atau pihak tertentu.
- Buku IV
Mengenai
pembuktian atau daluarsa, di dalamnya mengatur hukum tentang alat pembuktian
dan akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.
·
Menurut Ilmu hukum/doktrin yang dibagi menjadi 4 bagian:
- Hukum tentang diri seseorang
(pribadi)
Mengatur
perihal manusia sebagai subyek hukum, Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum
tentang hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri, melaksanakan kecakapan yang
mempengaruhinya.
- Hukum kekeluargaan
Mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan seperti
perkawianan , hubungan orang tua dengan anak.
- Hukum kekayaan
Mengatur
perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
- Hukum warisan
Mengatur tentang kekayaan
seseorang jika ia meninggal. Hukum warisan akan mengatur akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang
BAB 4
HUKUM PERIKATAN
Pengertian
Asal kata perikatan dari obligatio (latin), obligation
(Perancis, Inggris) Verbintenis (Belanda = ikatan atau hubungan).
Selanjutnya Verbintenis mengandung banyak pengertian, di antaranya:
- Perikatan adalah hubungan
hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang
satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu
juga sebaliknya.
- Perjanjian adalah peristiwa
di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan
suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan
hukum antara kedua belah pihak.
- Intinya, hubungan perikatan
dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian
merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena
hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota
masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
Secara umum hukum perikatan didefinisikan sebagai hubungan
hukum dalam lingkungan harta kekayaan antara dua pihak atau lebih yang
menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut:
- Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian)
- Perikatan yang timbul undang-undang
Perikatan
yang timbul dari Undang-Undang dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Perikatan yang terjadi karena Undang-Undang
semata
b. Perikatan terjadi karena Undang-undang akibat
perbuatan manusia
Hal ini tergambar dalam Pasal
1352 KUH Perdata. “perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming).”
Azas-azas Dalam Hukum
Perikatan
Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata,
yakni:
a. Azas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata
yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi
para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Dengan demikian, cara ini
dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak
diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang
bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma
kesusilaan.
b. Azas Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat
tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak
memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan
diri, yaitu :
- Kata sepakat antara para
pihak yang mengikatkan diri.
- Cakap untuk membuat suatu
perjanjian.
- Mengenai suatu hal tertentu.
- Suatu sebab yang halal.
Wanprestasi Dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak
melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa
berupa empat kategori, yakni:
a. Tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yand
dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikan
tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang
menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat-akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat
bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yakni:
a. Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni:
o
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
o
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan
kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor.
o
Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang
sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
b. Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal
1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum
perjanjian diadakan.
c.
Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika
terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang
dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan
Perihal hapusnya perikatan, di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu:
1.
Pembayaran
2.
Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan
3.
Pembaharuan utang (inovatie)
4.
Perjumpaan utang (kompensasi)
5.
Percampuran utang
6.
Pembebasan utang
7.
Musnahnya barang yang terutang
8.
Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Adapun dua cara lainnya yang
tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata, yaitu:
9.
Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I)
10. Kadaluwarsa (diatur dalam
Buku IV, Bab 7)
REFERENSI
1. Katuuk,
Neltje.F. 1994. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta:Gunadarma
6. Buku diklat kuliah
Universitas Gunadarma “Aspek Hukum dalam Bisnis”.