Friday, March 15, 2013

Bab 1, 2, 3, 4

BAB 1
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

Pengertian Hukum
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.
Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli yaitu:
·         Tullius Cicerco (Romawi) dalam “ De Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
·         Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625: 
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
·         J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa:
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
·         Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
·         Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.
·         Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
·         Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
·         E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup–perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
·         R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
·         Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
·         Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
Tujuan Hukum & Sumber-sumber Hukum
Tujuan Hukum
Hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersandarkan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan. Selain itu, masyarakat juga mendapatkan kepastian hukum dan mendapatkan manfaat dari adanya hukum tersebut.
Berkenaan dengan tujuan hukum, terdapat beberapa pendapat sarjana ilmu hukum yang diantaranya sebagai berikut:
·         Prof Subekti, SH
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
·         Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
·         Geny
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu hal yang dapat membentuk berbagai peraturan-peraturan yang bersifat memaksa.
Sumber hukum itu sendiri terbagi menjadi 2 yaitu:
·         Sumber-Sumber Hukum Material
Sumber hukum ini adalah sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
Contohnya: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya Hukum.
·         Sumber-Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formil adalah seperti UU, kebiasaan, keputusan Hakim, traktat, dan doktrin.
a.     Undang- Undang (Statue)
Merupakan suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b.     Kebiasaan (Custom)
Merupakan perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dan terus-menerus sehingga menjadi hal yang selayaknya dilakukan.
c.     Keputusan Hakim (Jurisprudensi)
Merupakan keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama.
d.     Traktat (Treaty)
Adalah perjanjian yang  dibuat antara negara yang dituangkan dalam bentuk tertentu.
e.     Pendapat Para Ahli Hukum (Doktrin)
Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum.
Kodifikasi Hukum
Merupakan pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. 
Unsur-unsur kodifikasi yaitu:                                         
§  Jenis-jenis hukum tertentu (hukum perdata)
§  Sistematis
§  Lengkap
Tujuan dari kodifikasi yaitu:
§  Untuk memperoleh kepastian hukum
§  Untuk memperoleh penyederhanaan hukum
§  Untuk memperoleh kesatuan hikum
Contoh kodifikasi hukum di Indonesia
§  Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1948)
§  Kitab undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1948)
§  Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Januari 1918)
§  Kitab Undang-undang Hukum acara pidana dana (KUHP) (31 Desember 1981)
Menurut teori, ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu:
§  Kodifikasi Terbuka
Adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kondifikasi.
“Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini diartikan sebagai peraturan”.
§  Kodifikasi Tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Kaidah / Norma
Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa.
Ada 4 norma atau kaidah hukum yang berlaku di masyarakat yaitu:
§  Norma Agama
Adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
§  Norma Kesusilaan
Adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
§  Norma Kesopanan
Adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
§  Norma Hukum
Adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.
Pengertian Ekonomi & Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.
Hukum Ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.

BAB 2
SUBYEK DAN OBYEK HUKUM

Subyek Hukum
Adalah setiap makhluk yang memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Subyek Hukum Terbagi menjadi dua, yaitu:
§  Manusia
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu:
-      Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
-      Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
§  Badan Usaha
Adalah sustu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu:
-      Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya.
-      Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Obyek Hukum
Adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum.
Menurut pasal 499 KUHP Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Jenis-jenis Obyek Hukum, yaitu:
§  Benda Yang Bersifat Kebendaan
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah/berwujud, meliputi:
-     Benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut:
o   Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
o   Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
-      Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
o   Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
o   Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
o   Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
§  Benda yang bersifat tidak kebendaan
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jamin) yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal, yakni:
-      Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
-      Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
-      Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
-      Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
Hak Kebendaaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:
§  Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
-      Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
-      Benda tersebut bisa dipindahtangankan haknya pada pihak lain
§  Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

BAB 3
HUKUM PERDATA

Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang ada pada saat ini berlaku di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perdata yang ada di Eropa.
Bermula di Eropa terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau balau dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum,kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum perdata dalam satu kesatuan kumpulan peraturan yang bernama” code civil des francais”yang juga dapat disebut “code napoleon” karena code civil des francais ini adalah merupakan sebagian dari code napoleon.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811) maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan “Wetboek napoleon ingeright voor het koninkrijk holland” yang isinya mirip dengan “code civil des francais atau code napoleon” untuk dijadikan sumber hukum perdata di Belanda.
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, code civil des francais tetap berlaku diBelanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya dan tepatnya 5 juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (burgerlijk wetboek) dan WVK (wetboek van koonphandle) ini adalah produk nasional Belanda namun isi dan bentuk sebagian besarnya sama dengan code civil des francais.
Dan pada tahun 1984 kedua Undang-Undang produk nasional belanda ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH sipil (KUHP) untuk BW (Burgejilk Wetboek). Sedangkan KUH dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
Pengertian & Keadaan Hukum Di Indonesia
Hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Hukum privat ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Mengenai keadaan Hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
·         Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat bangsa indonesia karena negara kita bangsa indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
·         Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan , yaitu:
a.     Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b.     Gologan Bumi Putera (pribumi atau bangsa Indonesia asli)
c.     Golongan Timur Asing( bangsa Asia,Arab,India)
Dan ada peraturan yang berlaku untuk semu warga negara Indonesia, yaitu:
a.     Undang-undang hak pengarang (Auteurswet tahun 1912)
b.     Peraturan hukum tentang koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
c.     Ordonansi woeker (Staatsblad 1938 no 523)
d.     Ordonansi tentang pengankutan di udara ( Staatsblad 1938 no 98)
Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia (BW) ada dua pendapat, yaitu:
·         Pemberlakuan Undang-Undang berisi:
-      Buku I
Mengenai orang, di dalamnya mengatur hukum tentang diri seseoarang dan hukum kekeluargaan.
-      Buku II
Mengenai hal benda, di dalamnya mengatur hukum tentang hukum kebendaan dan hukum waris.
-      Buku III
Mengenai hal perikatan, di dalamnya mengatur hukum tentang hak dan kewajiban timbal balik antara orang atau pihak tertentu.
-      Buku IV
Mengenai pembuktian atau daluarsa, di dalamnya mengatur hukum tentang alat pembuktian dan akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa.
·         Menurut Ilmu hukum/doktrin yang dibagi menjadi 4 bagian:
-      Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur perihal manusia sebagai subyek hukum, Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum tentang hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri, melaksanakan kecakapan yang mempengaruhinya.
-      Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan seperti perkawianan , hubungan orang tua dengan anak.
-      Hukum kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
-      Hukum warisan
Mengatur tentang kekayaan seseorang jika ia meninggal. Hukum warisan akan mengatur akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang

BAB 4
HUKUM PERIKATAN

Pengertian
Asal kata perikatan dari obligatio (latin), obligation (Perancis, Inggris)  Verbintenis (Belanda = ikatan atau hubungan). Selanjutnya Verbintenis mengandung banyak pengertian, di antaranya:
-      Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara dua orang (pihak) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.
-      Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak.
-      Intinya, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistim terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
Secara umum hukum perikatan didefinisikan sebagai hubungan hukum dalam lingkungan harta kekayaan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
-      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
-      Perikatan yang timbul undang-undang
Perikatan yang timbul dari Undang-Undang dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
a.     Perikatan yang terjadi karena Undang-Undang semata
b.     Perikatan terjadi karena Undang-undang akibat perbuatan manusia
Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata. “perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming).”
Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni:
a.     Azas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
b.     Azas Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
-      Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri.
-      Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
-      Mengenai suatu hal tertentu.
-      Suatu sebab yang halal.
Wanprestasi Dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia (alpa) atau ingkar janji.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni:
a.    Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b.    Melaksanakan apa yand dijanjikannua, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
c.    Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
d.    Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni:
a.     Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni:
o   Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
o   Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor.
o   Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
b.     Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
c.     Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya Perikatan
Perihal hapusnya perikatan, di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1381 menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya perikatan yaitu:
1.    Pembayaran
2.    Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan
3.    Pembaharuan utang (inovatie)
4.    Perjumpaan utang (kompensasi)
5.    Percampuran utang
6.    Pembebasan utang
7.    Musnahnya barang yang terutang
8.    Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata, yaitu:
9.    Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I)
10.  Kadaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7)


REFERENSI
1.    Katuuk, Neltje.F. 1994. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta:Gunadarma
6.    Buku diklat kuliah Universitas Gunadarma “Aspek Hukum dalam Bisnis”.